Salam Pendidikan ……..Salam SCE 2020 !!! Yang saya hormati para Bapak/Ibu guru, para pendidik dan yang saya banggakan siswa/i para generasi muda. Sekelumit kisah perjalanan hidup, ingin saya bagikan dalam pembukaan ini dengan satu harapan mampu memberikan sebuah inspirasi bagi anak Indonesia bahwa Saatnya Lahir Para Generasi yang Berjiwa Kompetitif, Berjiwa Besar dan Berfikir Besar. Perkenankan saya memperkenalkan diri dengan singkat, saya anak bungsu dari lima bersaudara yang lahir di desa terpencil, Tungkam Jaya 5 April 1985 di perbatasan Sumut-Aceh. Saya adalah anak satu-satunya dari Ibunda dan anak paling bungsu dari Ayahanda.
Ayah menikah kedua kalinya dengan Ibunda setelah istri pertamanya meninggal. Ibunda juga dua kali menikah, bercerai dengan suami pertama karena tidak dikarunia anak.
Seisi kampung Tungkam Jaya menjadi saksi hidup hingga saat ini bahwa keluarga saya adalah termiskin disana, sejak memasuki kelas 1 SD tahun 1997 saya sudah yatim. Pendidikan SD dan SMP saya selesaikan di tanah kelahiran, SD Negeri 056401 dan SMP OSNI. Dengan dukungan dari kakak dan abang ipar, akhirnya saya mengecap pendidikan tingkat atas di SMA Mitra Inalum, Tanjung Gading, Batu Bara. Saat pertama duduk di bangku SMA serasa berada diruang gelap dan penuh kebingungan, saya tidak sanggup mengikuti pelajaran, bisa dibayangkan betapa “bodohnya” saya: untuk persamaan 2x = 4 diperoleh x=2 saya tidak tahu mengapa x = 2? Setelah 2 bulan berlalu, guru Fisika memainkan rumus v = s/t dengan cara dibolak-balik dan diputar hingga di ulang beberapa kali di depan kelas, akhirnya saya mengerti mengapa x = 2. Semua guru di SMA menjadi saksi atas perjuangan saya belajar semasa sekolah hingga menjadi utusan PMDK/PBUD ke USU namun tidak lulus. Tahun 2003 saya mengikuti SPMB atas biaya abang/kakak dan lulus di Pendidikan Matematika Univ. Riau, Pekanbaru.
Menjelang lulus SPMB, keluarga abang/kakak mengalami permasalahan yang hebat, akibatnya saya tidak diberi uang untuk berangkat ke Pekanbaru, akhirnya saya pulang ke kampung, berkeluh kesah kepada Ibunda, dan dengan meminjam uang tetangga Rp.3.500.000, Ibunda memberangkatkan saya kuliah ke Pekanbaru. Pertengahan semester I saya kehabisan uang, namun tanpa disangka abang ipar saya datang dari Batu Bara berkunjung ke Pekanbaru dan membantu biaya saya Rp.1.500.000. Setelah selesai 1 semester, saya kebingungan karena kehabisan uang, akhirnya saya putuskan meninggalkan kuliah, dan dengan bantuan seorang “abang rohani” di Pekanbaru saya diberangkatkan ke kota Dumai dengan uang Rp.200.000 pada Januari 2004 untuk mencari pekerjaan.
Di kota Dumai saya bekerja sebagai tukang becak dan kuli di pelabuhan selama 5 bulan tanpa memberitahukan kepada Ibunda dan keluarga, setiap hari sepulang menarik becak dan dari pelabuhan saya sempatkan untuk belajar soal-soal SPMB karena saya masih berniat untuk studi lanjut, hingga saya mengumpulkan uang Rp.3.500.000 dan uang tersebut saya gunakan untuk mencoba kembali SPMB 2004 dan biaya Bimbingan Intensive di BT/BS Medica Medan selama 1 bulan, Juni 2004.
Setelah belajar bimbingan intensive selama 1 minggu di BT/BS Medica saya pulang ke kampung halaman dan Ibunda hanya terdiam mendengar semua cerita saya, tidak ada tetesan air mata waktu itu (namun hatinya pasti perih mendengar semuanya karena anaknya tidak kuliah lagi). Saya katakan kepada Ibunda (dalam bahasa Batak) “Omak…..saya tidak kuliah lagi mulai Januari 2004 – Mei 2004 saya di Dumai menarik becak dan kuli di pelabuhan, sekarang saya Bimbingan Intensive di BT/BS Medica. Mulai bulan Agustus saya akan kuliah di USU (saya gunakan kata ini untuk menghibur mama), jadi saya nanti bisa pulang setiap bulan melihat mamak. Ini alamat lengkapku, nama bimbinganku dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Tanggal 14-15 Juli 2004 aku ujian. Jadi doakan aku yah mak supaya lulus”. Akhirnya saya pun diberangkatkan dengan setengah kaleng beras. Setelah saya selesai ujian SPMB 2004, saya langsung pulang ke kampung halaman dan ternyata Ibunda sudah meninggal tiga minggu sebelumnya yakni tanggal 25 Juni 2004. Sekitar dua minggu setelah saya pulang kampung ternyata Ibunda sakit keras karena hanya makan nasi pakai bawang merah ditambah garam supaya hemat untuk mengumpulkan biaya kuliah saya bulan Agustus 2004 (cerita para tetangga). Saat Ibunda sakit, semua keluarga dan tetangga membujuk supaya Ibunda memberitahu alamat lengkap saya, namun Ibunda tidak mau memberi tahu alamat tersebut.
Akhirnya para keluarga pun membongkar semua isi lemari Ibunda manatau ada alamat saya tersimpan, dan ternyata tidak ditemukan karena katanya Ibunda sudah membuang kertas yang berisi alamat dan nomor telepon yang pernah saya berikan. Hanya satu kata yang selalu keluar dari mulut Ibunda setiap ditanya oleh keluarga dimana alamatku : “Si Mula mau ujian nanti tanggal 14-15 Juli 2004, nanti terganggu dia. Dia mau ujian, jangan diberitahu saya sakit”, itulah kata-kata yang selalu terucap dari Ibunda. Setelah menunggu hasil pengumuman SPMB, akhirnya saya lulus di Jurusan Fisika USU. Selama kuliah S1 hingga satu semester S2 di Fisika USU saya mengajar Less Privat untuk memenuhi tambahan keperluan biaya hidup yang juga dibantu oleh para kakak/abang. Juni 2010 saya beranikan untuk studi lanjut S3 di Fisika USU dengan biaya sendiri, entah mengapa saya tidak terlalu khawatir tentang biaya kedepannya dan setelah semester III saya mencoba untuk mencari beasiswa ke Luar Negeri karena di Fisika USU tidak ada laboratorium penelitian S3 maka setidaknya saya harus menyediakan minimal Rp.100 juta jika penelitian di Indonesia atau di luar.
Ditengah pergumulan itu, Tuhan pun berkenan memberi kesempatan kepada saya memperoleh Beasiswa dari Pemerintah Taiwan untuk studi lanjut lagi melalui Beasiswa Program PhD National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) sejak Februari 2012 dengan kemampuan berbahasa Inggris yang sangat jelek namun tetap saya beranikan melangkah, dan secara tidak langsung saya bisa menyelesaikan penelitian disertasi yang di Fisika USU di NTUST dan akhirnya menyelesaikan program Doktor S3 yang di Fisika USU dalam waktu 3 tahun, Juni 2013. Rancangan Allah sungguh luar biasa, Tuhan menuntun saya menjalani dua buah Studi Doktoral secara bersamaan, hingga pada 23 Januari 2015 saya menyelesaikan program PhD dari NTUST juga dalam waktu 3 tahun, padahal umumnya program PhD baru selesai dalam waktu 4-5 tahun. Selama belajar di luar negeri, saya melihat fakta bahwa anak-anak Indonesia yang mayoritas miskin dan “bodoh” seperti saya akan tetap bisa unggul jika diberi kesempatan yang baik untuk belajar.
Awalnya lembaga ini bernama Komunitas Sains Indonesia (KSI) yang saya dirikan pada Agustus 2008 bersama teman-teman kuliah di FMIPA USU (Henri Lumban Toruan, Herman Panjaitan, Kristina dan dibantu oleh teman-teman yang lainnya) dan menyelenggarakan Science Competition Expo (SCE) yang pertama pada Januari 2009 dengan jumlah peserta (siswa dan guru) 3000 (tiga ribu) lebih di Pardede Hall dan Hermina Hall.
Agustus 2009 diselenggarakan The 1st International Symposium on Education di Gedung Auditorium USU dengan jumlah peserta 800 (delapan ratus) lebih. Pada Oktober 2009 KSI berubah nama menjadi Komunitas Pengembangan Olimpiade Sains dan Tenaga Pendidik Indonesia (KPOSTPI) dan menyelenggarakan Science Competition Expo (SCE) yang kedua pada Februari 2010 dengan jumlah peserta (siswa dan guru) 4500 (empat ribu lima ratus) lebih di Pardede Hall dan Gedung Auditorium USU. Pada Februari 2011 diselenggarakan Science Competition Expo (SCE) yang ketiga dengan jumlah peserta (siswa dan guru) 6000 (enam ribu) lebih di Universitas Sumatera Utara (USU). Pada 7 Desember 2011 komunitas ini resmi menjadi sebuah yayasan dengan nama Asia International Foundation (AIF) yang selama setahun perjalanannya memfasilitasi para anak-anak miskin dari pelosok Sumatera Utara untuk mendaftar Beasiswa Bidik Misi tahun ajaran 2012/2013.
Setelah SCE 2011, kegiatan KPOSTPI/AIF berhenti sementara dan kami telah mengumumkan dengan cara yang resmi kepada semua peserta SCE 2011 bahwa kegiatan SCE akan diselenggerakan kembali setelah tiga tahun mendatang yakni SCE 2015, berhubung saya dan beberapa staff akan studi lanjut PhD ke NTUST-Taiwan Tech pada waktu itu. Pada Desember 2012 ketua KPOSTPI Sumut, Albert Daniel Saragih memperoleh beasiswa studi lanjut S2 di NTUST dan pada tahun 2017 telah berhasil menyelesaikan studinya hingga program PhD. Sepulang saya menyelesaikan PhD dari NTUST Februari 2015, lembaga ini berubah nama lagi menjadi Yayasan/Institut Olimpiade Sains dan Tenaga Pendidik Indonesia (IOSTPI).
Dari awal berdirinya hingga saat ini, kami belum pernah mampu memberikan pelayanan terbaik dan memuaskan bagi para peserta SCE, namun kami tetap mau belajar untuk perlahan memperbaiki kesalahan dan kegagalan kami di masa lalu, kami tetap terpanggil untuk berkontribusi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui pelaksanaan Science Competition Expo (SCE) 2015 yang telah diselenggarakan pada hari Sabtu-Minggu 7-8 November 2015 di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan – Sumatera Utara dengan jumlah peserta (siswa dan guru) 7025 orang. Maka berdasarkan perjalanan panjang tersebut kami kembali menggelar SCE 2016, SCE 2017, dan SCE 2018 yang diselenggarakan pada 8-9 Oktober 2016, 7-8 Oktober 2017, dan 6-7 Oktober 2018 di Universitas Sumatera Utara dengan jumlah peserta lebih dari 7000 (tujuh ribu). Pada SCE 2016 kami memberi kepercayaan kepada ALC Indonesia LPIK Institut Teknologi Bandung dan Briton International English School, dan pada SCE 2017 kami memberi kepercayaan kepada Lembaga Pelatihan Olimpiade Sains Nasional Jakarta (http://www.pelatihan-osn.com/) dan Briton International English School (http://www.britonschool.or.id) sebagai pembuat dan penanggung jawab seluruh soal olimpiade. Seluruh lembar jawaban olimpiade sejak SCE dikoreksi dengan sistem komputerisasi menggunakan Digital Mark Reader (DMR). Pada SCE 2018 yang dilaksanakan tanggal 6-7 Oktober 2018 di Universitas Sumatera Utara kami memberi kepercayaan kepada Lembaga Pelatihan Olimpiade Sains Nasional Jakarta (http://www.pelatihan-osn.com/) dan Australia Centre Medan (http://www.acmedan.com) demikian halnya juga untuk SCE 2019 yang dilaksanakan pada 5-6 Oktober 2019 di Universitas Sumatera Utara (USU) dan Pardede Hall Medan dengan jumlah peserta lebih dari 7.500 orang.
Berdasarkan pengalaman di atas kami semakin termotivasi untuk kembali menyelenggarakan SCE 2020 ditengah pandemic Covid-19 yang akan dilaksanakan pada tanggal 27-30 November 2020 secara ONLINE-Internet Based Test (IBT) menggunakan HP Android atau LAPTOP/PC di tempat atau di sekolah masing-masing. Panitia akan memberikan Bantuan Insentif kepada setiap sekolah yang berpartisipasi sebesar Rp. 5.000 x jumlah siswa utusan sekolah untuk Kepala Sekolah, dan sebesar Rp. 10.000 x jumlah siswa utusan sekolah untuk Guru Pendamping. Tahun ini IOSTPI memberi kepercayaan kepada Lembaga Pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) Jakarta dan Australia Centre Medan (ACM) sebagai pembuat dan penanggungjawab seluruh soal olimpiade.
Saya bersama seluruh manajeman dan staf IOSTPI dan panitia SCE 2020 mengundang Bapak/Ibu guru beserta siswa sekalian untuk ikut berpartisipasi aktif dalam SCE 2020. Salam sukses ….dan sampai bertemu di SCE 2020 secara online.
Jika Bapak/Ibu guru (khususnya yang berada di pedesaan) merasakan nilai positif dari kisah ini, maka tanpa mengurangi rasa hormat, silahkan Bapak/Ibu fotokopi dan berikan kepada anak-anak didik kita, dengan harapan semoga bisa menstimulasi mereka UNTUK BERANI BERMIMPI DAN BERCITA-CITA TINGGI walaupun dalam keadaan miskin.
Hormat Saya,
Dr. Mula Sigiro, M.Si, Ph.D.
Pendiri dan Direktur Utama IOSTPI